Jumat, 18 Juni 2010

askep serosis hepatis

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam, yang telah memberkati waktu kami dalam penelesaian tugas ini. Shalawat dan salam kami hadiahkan kepangkuan Nabi besar Muhammad SAW sebagai ujung tombak kebenaran ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing kami yang telah mengajari kami berbagai ilmu dan menuntun kami dalam proses pencapainnya. Serta kepada sahabat sahabat kami yang telah member semangat kepada kami sehingga penyelesaian makalah ini bisa terselesai dengan senang hati.
Namun demikian, makalah yang bejudul “ASKEP SEROSIS HEPATIS” ini tidaklah seluruhnya benar karna kami masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari pembaca.
Demikianlah sebagai kata pengantar dari kami penulis, semoga makalh ini bisa bermanfaat bagi semuanya.


Wassalam.

Muzakir
(0812210028)





BAB IPENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Hepatitis merupakan penyakit inflamasi yang menyerang hepar. Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus hepatitis. Insidensi penyakit ini di Indonesia masih cukup tinggi. Jika penyakit ini tidak ditangani dengan baik hingga menjadi penyakit kronis, akibatnya akan sangat fatal karena dapat terjadi kerusakan hati yang parah sehingga dapat menyebabkan sirosis hepatis. Pembahasan dan penelitian mengenai penyakit hepatitis maupun penyakit sirosis telah banyak dilakukan. Dalam kesempatan kali ini, Penulis akan mengutaran sirosis hepatis yang terjadi karena penyakit hepatitis kronis. Semoga dengan pembahasan ini, dapat dipelajari lebih lanjut mengenai penyakit tersebut sehingga didapatkan penatalaksanaan yang terbaik untuk pasien.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini memiliki tujuan jangka panjang yang ditujukan pada masyarakat agar lebih mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan asuhan keperawatan klien dengan sirosis hepatis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian sirosis hepatis
b. Untuk mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, patofisiologi, serta penatalaksanaan baik medis maupun keperawatan
c. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan klien dengan sirosis hepatis.
BAB II ISI


1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
2. Etiologi
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

3. Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun. Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.


4. Tanda dan Gejala
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS
1. Pengkajian
 Aktifitas / istirahat
Gejala : lemah, lelah
Tanda : Latergi, Tonus
 Makanan/ cairan / kebt. Nutrisi
Gejala : anireksia / tdk toleran thdap mknan/ tdk dpt mncerna, Muntah
Tanda : penurunan berat badan, kulit kering, turgor buruk, pendarahan gusi
 Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri tekan abdomen(kuadran kanan atas), pruritus.
tanda : distraksi, fokus pada diri sendiri.

2. Diagnosa
o Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan gangguan gastrointestinal
o Intoleransi aktivitas b.d kelelahan dan penurunan berat badan
o Gangguan integritas kulit b.d pembentukan edema.

3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan gangguan gastrointestinal
o Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
o Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
o Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.
Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
o Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
o Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
o Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
o Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
o Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
 Batasi natrium seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
 Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
 Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
 Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
 Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
 Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar








BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493).
Etiologi bentuk sirosis masih kurang dimengerti, ada tiga pola khas yang ditemukan, yaitu : Sirosis Laennec, Sirosis Pascanekrotik, dan Sirosis Biliaris. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis : gagal sel hati dan hipertensi portal, yang masing-masing memperlihatkan gejala klinisnya. Patofisiologi penyakit sirosis hepatis dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Adapun masalah keperawatan yang muncul dari sirosis hepatis adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, perubahan volume cairan, kerusakan integritas kulit, tidak efektifnya pola pernapasan, risiko tinggi terhadap hemoragi (cidera), perubahan proses berpikir, gangguan harga diri/citra tubuh, dan kurang pengetahuan.

B. SARAN
Telah diketahui bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit disfungsi hati yang memiliki banyak komplikasi tidak hanya pada organ hati sendiri, namun juga terhadap organ-organ yang lainnya. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, maka hindarilah hal-hal yang dapat memicu terjadinya kerusakan hati atau nekrosis yang nantinya dapat berujung pada kematian jika dalam keadaan yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999).
Isselboucher, Kurt, Braunwald, Eugene, “Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam”, Edisi 13, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal. 1668.
http://www.prodia.co.id/infoterkini/isihati.html
http://www.otsuka.co.id/aminoleban/sirosishati.htm-37k-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

detiknews - detiknews